Apakah kalian mempunyai kebiasaan minum kopi setiap pagi? Ataukah kalian adalah pecinta kopi yang sangat suka mencicipi bermacam-macam cita rasa kopi? Nah, Kalian tau nggak sih kalau di tahun 2050 pecinta kopi diseluruh dunia, termasuk kita, akan semakin sulit mencicipi kopi yang berkualitas?
Menurut penelitian dari jurnal Climate Change, sekitar setengah dari tanah di seluruh dunia yang saat ini digunakan untuk memproduksi kopi berkualitas tinggi bisa menjadi tidak produktif di tahun 2050. Bahkan argumen ini didukung dengan jurnal Proceeding Of The National Academy Of Science yang mengatakan bahwa jumlah itu bisa mencapai 88% di Amerika Latin.
Tim PT Terra Agro Yields menemukan bahwa hal ini disebabkan karena adanya perubahan iklim global. Kenaikan suhu yang tinggi membuat tanaman kopi yang ditanam petani menjadi menurun kualitas dan kuantitasnya. Perubahan iklim mengakibatkan bertambahnya kemungkinan hama, penyakit dan gulma muncul, salah satunya adalah penyakit la roya atau karat daun. Penyakit tersebut dapat memotong produksi kopi di Amerika Tengah sekitar 15% pada 2012-2013. Karena sebagian besar tanaman kopi terkena penyakit karat batang, harga satu pon kopi (454 gram) untuk konsumen di AS melonjak sekitar 33% antara 2011 dan 2013.
Dengan suhu yang tidak dapat diprediksi dan ketersediaan air yang bervariasi, pengendalian gulma akan lebih sulit, terutama pada musim yang semakin panas dan sering hujan karena gulma akan bertumbuh semakin cepat. Bahkan ada beberapa gulma yang sulit untuk dikendalikan karena masifnya pertumbuhan gulma tersebut. Semakin rumit ketika kita tahu bahwa peningkatan ketergantungan pada pestisida dikombinasikan dengan lingkungan yang semakin menguntungkan untuk OPT berkembang biak dapat mempercepat resistensi pestisida.
Property of PT Terra Agro Yields
Baca juga artikel lainnya :
- PT Terra Agro Yields dan Danone Indonesia Hadirkan RiceVitalize: Langkah Berani Menuju Pangan Lebih Sehat dan Pertanian Regeneratif
- Banyuwangi Luncurkan Ekosistem Beras Biofortifikasi Skala Industri Pertama di Indonesia: Strategi untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi
- Transformasi Pertanian Banyuwangi: Ekosistem Skala Industri Beras Biofortifikasi Menuju Pertanian Rendah Karbon
Oleh karena itu penggunaan pestisida pun akan semakin meningkat sehingga ancaman residu pestisida menjadi semakin nyata. Residu pestisida pada tanaman kopi bisa mengendap pada tanah dan juga pada buah kopi itu sendiri sehingga dapat membahayakan konsumen. Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa kebiasaan minum kopi di pagi hari diilustrasikan sebagai “secangkir pestisida untuk mengawali harimu”. Hal tersebut terjadi karena hampir 90% kopi yang dijual di pasaran adalah kopi yang masih menggunakan pestisida dengan dosis yang tidak sesuai. Mengkonsumsi kopi dengan kandungan residu pestisida yang tinggi secara terus menerus dapat meningkatkan resiko kesehatan seperti kanker, gangguan reproduksi, dan efek kesehatan lainnya.
Pestisida yang digunakan untuk memberantas organisme pengganggu tanaman kopi meninggalkan residu yang lama terurai. Residu pestisida yang tertinggal ternyata menimbulkan resiko yang signifikan terhadap lingkungan. Residu pestisida yang ditemukan di tanah, permukaan air, dan udara juga berdampak pada organisme non-target mulai dari mikroorganisme tanah yang bermanfaat, hingga serangga, tanaman, ikan, dan burung.
Melihat dari begitu besarnya pengaruh yang dihasilkan oleh residu pestisida, WHO bersama Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan batas asupan yang aman untuk memastikan bahwa jumlah residu pestisida yang terkandung pada makanan aman untuk dikonsumsi. Maximum Residue Level (MRL) adalah tingkat residu pestisida tertinggi yang ditoleransi secara legal pada makanan atau pakan ketika pestisida diterapkan dengan benar(Good Agricultural Practice).
World Coffee Research mengatakan bahwa di tahun 2050 nanti penikmat kopi di seluruh dunia, termasuk kita di Indonesia, akan semakin banyak. Kenyataan bahwa kita akan memiliki sedikit kopi berkualitas menjadi pemicu harga kopi akan mengalami kenaikan dipasaran dan akan menjadi barang yang mewah untuk dikonsumsi. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Dr. Tim Schilling, pendiri World Coffee Research, yang menyebutkan bahwa kedepannya kita akan mendapatkan kenyataan bahwa untuk membeli kopi yang kualitasnya rendah kita harus membayar $10 – $15 per cangkir.
Agar kita mendapatkan hasil kopi yang berkualitas dan tentunya tidak melebihi MRL, dibutuhkan beberapa solusi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Sebuah gerakan #fightforMRL merupakan salah satu kampanye tindakan untuk mengurangi residu pestisida tanaman kopi. Gerakan ini diinisiasi untuk dapat mengurangi residu pestisida dengan menggunakan reduktan pestisida, baik itu reduktan herbisida maupun reduktan insektisida.
Lalu langkah-langkah sederhana apa lagi yang bisa kita lakukan agar lingkungan tetap terjaga namun tetap bisa menikmati kopi yang berkualitas, sehat, dan nikmat?
Sumber :
- https://time.com/5318245/coffee-industry-climate-change/
- https://www.sare.org/publications/climate-risk-management-and-resilience-on-farms-and-ranches/understanding-climate-risk/weeds-insects-and-diseases/
- https://www.thewellnessway.com/coffee-and-pesticides/
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2984095/
- https://ec.europa.eu/food/plants/pesticides/maximum-residue-levels_en
- https://www.gearpatrol.com/home/a607342/race-to-save-coffee/
Tentang PT Terra Agro Yields
PT Terra Agro Yields merupakan perusahaan berbasis lifescience pertama dari Indonesia dan saat ini satu-satunya yang memiliki inovasi dalam pengembangan produk pengurang pestisida (reduktan pestisida). Berawal dari inovasi tersebut, PT Terra Agro Yields berkomitmen membantu para pelaku usaha pertanian untuk mewujudkan praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan, ramah lingkungan, aman bagi pengguna, dan juga efisiensi biaya.
Untuk informasi lebih lanjut kunjungi: PT Terra Agro Yields